Cerpen 1

Suara derit roda gerobak itu semakin mendekat, seperti biasa setiap pagi dan ketika hari menjelang senja pak Mono mulai melewati gang kecil ini menuju sebuah tempat di belakang gedung kosong bercat biru tempatnya beristirahat melewati hari di tiap malamnya.
        Setelah meletakkan gerobak dan topi lusunya di tempat biasa, dia masuk ke sebuah ruangan yang selama ini sebagai tempat tinggalnya yaitu sebuah tempat berukuran tidak lebih dari 2 X 2,5 meter yang terbuat dari kardus bekas dan apapun barang yang bisa dia tempelkan di dinding belakang gedung sehingga bisa menjadi tempatnya beristirahat melewati pergantian hari.
        Sampai di dalam dia letakkan badannya di sebuah balai balai bambu kemudian dia mengambil sebuah kipas tua yang biasa dia digunakannya untuk mengurangi hawa panas sampai dia tertidur lelap.
        Tapi hari itu sampai malam matanya tidak bisa dipejamkan, di dalam pikirannya berkecamuk tidak karuan gara gara kejadian siang tadi.
        Jam di terminal menunjukkan pukul 13.20, dia sedang istirahat siang di bangku terminal itu seperti biasanya, ketika ada sebuah bola menggelinding ke arah kakinya dan seoarang anak laki-laki berusia sekitar 10 tahun datang berlari ke arahnya sambil berkata, "tolong itu bola saya". Segera saja diambilnya kemudian diberikannya bola itu kepada yang empunya.
        "Terima kasih ya pak," katanya setelah dia terima bolanya. Pak Mono hanya tersenyum dan mengangguk kecil, "bapak sedang menunggu bis juga kah pak?" tanyanya memulai percakapan. "Tidak, cuma sedang istirahat saja nak" jawabnya. Entah kenapa anak itu malah duduk di sampingnya dan berkata, "oooh bapak orang sini, kok istirahat di terminal sih pak, apa nggak berisik?" dia bertanya lagi. "Tidak nak, bapak sudah biasa begini," jawabnya sambil matanya mencari cari ke kiri dan kanan siapa tahu ada orang tua si anak sedang mencari cari anaknya.
        "Orang tuamu dimana? apa mereka tidak bingung kehilangan kamu?" pak Mono bertanya pada anak itu yang mengingatkan pada anak semata wayangnya yang ditinggalkanya di kampung. "Ibu dan kakak saya sedang makan di warung itu" katanya sambil tangannya menunjuk sebuah warung makan tak jauh dari tempat mereka duduk. "Tadi saya bilang pada mereka saya ke toilet" katanya lagi.
        "Kamu mengingatkanku dengan anakku" entah dari nama mulanya tahu tahu kalimat itu terucap dari mulutnya. "oh ya! siapa namanya pak?" anak laki laki itu bertanya lagi. "namanya Agus, mungkin sekarang dia sudah sebesar kamu" lanjunya. "kok mungkin sih pak?" tanyanya lagi. "Iya nak, sudah hampir 5 tahun ini bapak tidak pernah bertemu dia lagi, saat bapak tinggal merantau ke kota ini dia masih kecil, usianya baru sekitar 4 tahun saat itu" katanya melanjukan percakapan.
        "Memangnya selama ini bapak tidak pernah pulang untuk menengok anak bapak?" tanya anak itu. "Tidak nak,"jawabnya pendek, "kenapa?" dia melanjutkan percakapan itu dengan pertanyaan yang sebetulnya membuat pak Mono bingung buat menjawabnya. "Bapak tidak berani untuk pulang kampung nak," tiba tiba saja kalimat itu terlontar dari mulutnya. "Dulu bapak berjanji pada istri dan anak bapak, bahwa bapak akan pulang menjemput mereka untuk bisa tinggal bersama di kota ini, tapi nyatanya sekarang bapak di sini cuma seorang tukang sampah yang berpenghasilan tidak seberapa, karenanya bapak takut ditolak oleh mereka, tapi tiap bulan bapak selalu usahakan kirim uang buat mereka, biarpun untuk makan sendiri bapak puasa, yang penting mereka senang menerima kiriman dari bapak" pak Mono melanjutkan ceritanya.
        Anak laki laki itu manggut manggut, entah apa dia mengerti atau tidak dengan cerita pak Mono, tapi yang jelas dirasakan oleh pak Mono adalah perasaan lega setelah kalimat kalimat itu keluar dari mulutnya.
        Tiba-tiba anak itu bertanya, "apa bapak yakin kalau bapak pulang, istri dan anak bapak akan menolak bapak, kareana bapak tidak bisa menepati janji bapak dulu?" sebuah pertanyaan yang selama ini juga selalu mengganggu tidurnya, karena dia tidak pernah bisa menjawabnya. "Bapak tidak tahu nak" tiba tiba kalimat itu keluar begitu saja. "Kalau boleh saya sarankan, bapak coba saja pulang menemui istri dan anak bapak, kalau seandainya ditolak setidaknya bapak sudah pulang untuk menepati janji bapak dan tahu apa jawaban dari pertanyaan bapak selama ini" sebuah kalimat yang keluar dari mulut seorang anak laki laki usia 10 tahun yang membuat hatinya bergetar.
        "Tedi..., dari mana saja sih, dari tadi ibu tunggu nggak kembali kembali, katanya ke toilet, kok lama sekali, malah sekarang duduk di sini"  teriak seorang ibu sambil mendatangi tempat duduk mereka. Kemudian si anak yang kaget segera berdiri sambil membawa bola di tangan kirinya dia segera menghampiri ibunya. Dan sebelum dia pergi meninggalkan pak Mono yang masih duduk dengan perasaan tidak karuan, si anak itu masih sempat berkata "dicoba ya pak, kalau bapak tidak diterima setidaknya bapak sudah mencobanya, tapi saya doakan bapak bisa berkumpul lagi dengan keluarga bapak di kampung" kalimat yang pak Mono dengar seperti nyanyian surga yang memberinya harapan.
        Hari semakin gelap, sinar lampu jalan yang masuk dari sela sela dinding kardus yang belubang mengenai matanya membuat lamunannya terhenti, sudah hampir jam 8 malam ketika dia bangkit karena perutnya mulai terasa lapar minta diisi, dia keluar mengambil nasi bungkus yang biasa digantungnya di gerobak untuk makan malamnya hari ini. Begitu rutinitasnya setiap hari dia selalu beli 2 nasi bungkus untuk makan siang dan malam, karena kalau sarapan dia masih bisa menahannya tapi kalau dia tidak makan malam dia tidak pernah bisa tidur karena lapar.
        Malam ini pak Mono makan dengan lahap walau menu nasi bungkusnya tetap sama saja dengan hari hari yang lalu, Nasi dengan sayur ala kadarnya dan lauk telur dadar ditambah seplastik kecil kerupuk. Setelah makan dia membuka sebuah tas ransel tua berwarna coklat dan dengan semangat dia masukkan baju bajunya yang cuma 4 lembar dan beberapa mainan anak laki laki berupa mobil mobilan, pistol pistolan, dan sebuah pianika yang dia kumpulkan saat ada orang yang membuangnya di tempat sampah karena sudah tidak berguna lagi buat mereka. Setelah semuanya selesai dia segera menuju tempat peraduannya yang hanya berupa balai balai yang terbuat dari bambu, tapi entah mengapa malam ini dia merasakan mau istirahat di sebuah kasur yang nyaman sekali.
        Selalah merebahkan badannya pak Mono berkata di dalam hatinya, "besok pagi semua orang di gang ini tidak perlu mendengar suara roda gerobakku karena aku mau berjalan kaki ke terminal untuk menumpang bis yang akan membawaku pulang ke kampung untuk segera bertemu keluargaku". Malam itu pak Mono tidur dengan tersenyum dan secepatnya ingin hari segera barganti biar dia bisa mendapat jawaban atas kegelisaannya selama ini. Setidaknya dia sudah mencoba apapun hasilnya dia sudah siap. ( Atik Fifa Yanti )

0 comments:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com