Setelah meletakkan
gerobak dan topi lusunya di tempat biasa, dia masuk ke sebuah ruangan
yang selama ini sebagai tempat tinggalnya yaitu sebuah tempat berukuran
tidak lebih dari 2 X 2,5 meter yang terbuat dari kardus bekas dan apapun
barang yang bisa dia tempelkan di dinding belakang gedung sehingga bisa
menjadi tempatnya beristirahat melewati pergantian hari.
Sampai di dalam dia letakkan badannya di sebuah balai balai bambu
kemudian dia mengambil sebuah kipas tua yang biasa dia digunakannya
untuk mengurangi hawa panas sampai dia tertidur lelap.
Tapi hari itu sampai malam matanya tidak bisa dipejamkan, di dalam
pikirannya berkecamuk tidak karuan gara gara kejadian siang tadi.
Jam di terminal menunjukkan pukul 13.20, dia sedang istirahat
siang di bangku terminal itu seperti biasanya, ketika ada sebuah bola
menggelinding ke arah kakinya dan seoarang anak laki-laki berusia
sekitar 10 tahun datang berlari ke arahnya sambil berkata, "tolong itu
bola saya". Segera saja diambilnya kemudian diberikannya bola itu kepada
yang empunya.
"Terima kasih
ya pak," katanya setelah dia terima bolanya. Pak Mono hanya tersenyum
dan mengangguk kecil, "bapak sedang menunggu bis juga kah pak?" tanyanya
memulai percakapan. "Tidak, cuma sedang istirahat saja nak" jawabnya.
Entah kenapa anak itu malah duduk di sampingnya dan berkata, "oooh bapak
orang sini, kok istirahat di terminal sih pak, apa nggak berisik?" dia
bertanya lagi. "Tidak nak, bapak sudah biasa begini," jawabnya sambil
matanya mencari cari ke kiri dan kanan siapa tahu ada orang tua si anak
sedang mencari cari anaknya.
"Orang tuamu dimana? apa mereka tidak bingung kehilangan kamu?" pak Mono
bertanya pada anak itu yang mengingatkan pada anak semata wayangnya
yang ditinggalkanya di kampung. "Ibu dan kakak saya sedang makan di
warung itu" katanya sambil tangannya menunjuk sebuah warung makan tak
jauh dari tempat mereka duduk. "Tadi saya bilang pada mereka saya ke
toilet" katanya lagi.
"Kamu
mengingatkanku dengan anakku" entah dari nama mulanya tahu tahu kalimat
itu terucap dari mulutnya. "oh ya! siapa namanya pak?" anak laki laki
itu bertanya lagi. "namanya Agus, mungkin sekarang dia sudah sebesar
kamu" lanjunya. "kok mungkin sih pak?" tanyanya lagi. "Iya nak, sudah
hampir 5 tahun ini bapak tidak pernah bertemu dia lagi, saat bapak
tinggal merantau ke kota ini dia masih kecil, usianya baru sekitar 4
tahun saat itu" katanya melanjukan percakapan.
"Memangnya selama ini bapak tidak pernah pulang untuk menengok anak
bapak?" tanya anak itu. "Tidak nak,"jawabnya pendek, "kenapa?" dia
melanjutkan percakapan itu dengan pertanyaan yang sebetulnya membuat pak
Mono bingung buat menjawabnya. "Bapak tidak berani untuk pulang kampung
nak," tiba tiba saja kalimat itu terlontar dari mulutnya. "Dulu bapak
berjanji pada istri dan anak bapak, bahwa bapak akan pulang menjemput
mereka untuk bisa tinggal bersama di kota ini, tapi nyatanya sekarang
bapak di sini cuma seorang tukang sampah yang berpenghasilan tidak
seberapa, karenanya bapak takut ditolak oleh mereka, tapi tiap bulan
bapak selalu usahakan kirim uang buat mereka, biarpun untuk makan
sendiri bapak puasa, yang penting mereka senang menerima kiriman dari
bapak" pak Mono melanjutkan ceritanya.
Anak laki laki itu manggut manggut, entah apa dia mengerti atau
tidak dengan cerita pak Mono, tapi yang jelas dirasakan oleh pak Mono
adalah perasaan lega setelah kalimat kalimat itu keluar dari mulutnya.
Tiba-tiba anak itu bertanya, "apa bapak yakin kalau bapak pulang, istri
dan anak bapak akan menolak bapak, kareana bapak tidak bisa menepati
janji bapak dulu?" sebuah pertanyaan yang selama ini juga selalu
mengganggu tidurnya, karena dia tidak pernah bisa menjawabnya. "Bapak
tidak tahu nak" tiba tiba kalimat itu keluar begitu saja. "Kalau boleh
saya sarankan, bapak coba saja pulang menemui istri dan anak bapak,
kalau seandainya ditolak setidaknya bapak sudah pulang untuk menepati
janji bapak dan tahu apa jawaban dari pertanyaan bapak selama ini"
sebuah kalimat yang keluar dari mulut seorang anak laki laki usia 10
tahun yang membuat hatinya bergetar.
"Tedi..., dari mana saja sih, dari tadi ibu tunggu nggak kembali
kembali, katanya ke toilet, kok lama sekali, malah sekarang duduk di
sini" teriak seorang ibu sambil mendatangi tempat duduk mereka.
Kemudian si anak yang kaget segera berdiri sambil membawa bola di tangan
kirinya dia segera menghampiri ibunya. Dan sebelum dia pergi
meninggalkan pak Mono yang masih duduk dengan perasaan tidak karuan, si
anak itu masih sempat berkata "dicoba ya pak, kalau bapak tidak diterima
setidaknya bapak sudah mencobanya, tapi saya doakan bapak bisa
berkumpul lagi dengan keluarga bapak di kampung" kalimat yang pak Mono
dengar seperti nyanyian surga yang memberinya harapan.
Hari semakin gelap, sinar lampu jalan yang masuk dari sela sela dinding
kardus yang belubang mengenai matanya membuat lamunannya terhenti,
sudah hampir jam 8 malam ketika dia bangkit karena perutnya mulai terasa
lapar minta diisi, dia keluar mengambil nasi bungkus yang biasa
digantungnya di gerobak untuk makan malamnya hari ini. Begitu
rutinitasnya setiap hari dia selalu beli 2 nasi bungkus untuk makan
siang dan malam, karena kalau sarapan dia masih bisa menahannya tapi
kalau dia tidak makan malam dia tidak pernah bisa tidur karena lapar.
Malam ini pak Mono makan dengan lahap walau menu nasi bungkusnya tetap
sama saja dengan hari hari yang lalu, Nasi dengan sayur ala kadarnya dan
lauk telur dadar ditambah seplastik kecil kerupuk. Setelah makan dia
membuka sebuah tas ransel tua berwarna coklat dan dengan semangat dia
masukkan baju bajunya yang cuma 4 lembar dan beberapa mainan anak laki
laki berupa mobil mobilan, pistol pistolan, dan sebuah pianika yang dia
kumpulkan saat ada orang yang membuangnya di tempat sampah karena sudah
tidak berguna lagi buat mereka. Setelah semuanya selesai dia segera
menuju tempat peraduannya yang hanya berupa balai balai yang terbuat
dari bambu, tapi entah mengapa malam ini dia merasakan mau istirahat di
sebuah kasur yang nyaman sekali.
Selalah merebahkan badannya pak Mono berkata di dalam hatinya, "besok
pagi semua orang di gang ini tidak perlu mendengar suara roda gerobakku
karena aku mau berjalan kaki ke terminal untuk menumpang bis yang akan
membawaku pulang ke kampung untuk segera bertemu keluargaku". Malam itu
pak Mono tidur dengan tersenyum dan secepatnya ingin hari segera
barganti biar dia bisa mendapat jawaban atas kegelisaannya selama ini.
Setidaknya dia sudah mencoba apapun hasilnya dia sudah siap. ( Atik Fifa Yanti )
0 comments:
Post a Comment